Sehubungan bocornya sertifikat vaksinasi Covid 19 milik Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pemerintah melalui Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak tepat terkait sistem PeduliLindungi. Ia menuturkan untuk meningkatkan keamanan Sistem Pedulilindungi maka Pemerintah melalui Kementerian Kominfo telah melakukan migrasi Sistem PeduliLindungi ke Pusat Data Nasional (PDN) pada 28 Agustus 2021 pukul 14.00 WIB. Migrasi tersebut meliputi migrasi sistem, layanan aplikasi, dan juga database aplikasi Pedulilindungi.
Migrasi turut dilakukan terhadap Sistem Aplikasi SiLacak dan Sistem Aplikasi PCare. "Pemerintah terus mengawasi keseriusan seluruh pengelola dan wali data untuk menjaga keamanan Sistem Elektronik dan Data Pribadi yang dikelolanya, baik dalam hal teknologi, tata kelola, dan sumber daya manusia," tutur Dedy. Dedy melanjutkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo telah melakukan penanganan dugaan kebocoran data terhadap 36 Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) sejak tahun 2019 sampai 31 Agustus 2021.
Dari jumlah tersebut, 31 kasus telah selesai dilakukan investigasi dengan perincian. Yakni 4 PSE telah dikenai sanksi teguran tertulis, 18 PSE diberikan rekomendasi teknis peningkatan tata kelola data dan Sistem Elektronik, sedangkan 9 PSE lainnya sedang dalam proses pemberian keputusan akhir terkait sanksi. "Upaya pengawasan kepatuhan terhadap pengelola sistem PeduliLindungi, pihak yang mengelola data, serta para pengguna, akan terus dilakukan oleh Kementerian Kominfo dengan berkoordinasi bersama Kementerian Kesehatan, BSSN, serta pihak terkait lainnya," tegas Dedy.
Dedy mengatakan sertifikat vaksinasi Covid 19 Presiden Joko Widodo diakses melalui platfrom PeduliLindungi. "Akses pihak pihak tertentu terhadap Sertifikat Vaksinasi Covid 19 Bapak Presiden Joko Widodo dilakukan menggunakan fitur pemeriksaan Sertifikat Vaksinasi Covid 19 yang tersedia pada Sistem PeduliLindungi," ujar Dedy. Hal ini terjadi lantaran fungsi pemeriksaan Sertifikat Vaksinasi Covid 19 di sistem PeduliLindungi telah dipermudah.
Sebelumnya pengguna disyaratkan untuk menyertakan nomor handphone terkait pemeriksaan Sertifikat Vaksinasi Covid 19. Namun kini hanya menggunakan 5 parameter (nama, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), tanggal lahir, tanggal vaksin, dan jenis vaksin). Sementara informasi terkait NIK dan tanggal vaksinasi COVID 19 Presiden Joko Widodo yang digunakan untuk mengakses Sertifikat Vaksinasi COVID 19 menurut Dedy tidak berasal dari Sistem PeduliLindungi.
"Informasi NIK Bapak Presiden Joko Widodo telah terlebih dahulu tersedia pada situs Komisi Pemilihan Umum. Informasi tanggal vaksinasi Bapak Presiden Joko Widodo dapat ditemukan dalam pemberitaan media massa," ungkapnya. Untuk itu ia melanjutkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, BSSN, dan Kementerian Kominfo melakukan tata kelola perlindungan data dan keamanan Sistem PeduliLindungi "Kementerian Kesehatan, sebagai Wali Data bertanggung jawab agar pemanfaatan data pada Sistem Pedulilindungi yang terintegrasi dengan Pusat Data Nasional (PDN)," imbuhnya.
Hal itu sesuai dengan peraturan perundangan sebagaimana diatur oleh PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) serta Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Inisiatif Satu Data Indonesia. Kemudian, BSSN sebagai Lembaga yang berwenang untuk melaksanakan kebijakan teknis keamanan siber bertanggungjawab untuk melakukan pemulihan, dan manajemen risiko keamanan siber Sistem Elektronik sesuai amanat PP PSTE dan Pepres No. 28 Tahun 2021 tentang BSSN. Kementerian Kominfo selaku regulator, penyedia infrastruktur PDN, serta pemberi sanksi terhadap pelanggaran prinsip pelindungan data pribadi akan melakukan langkah strategis pemutakhiran tata kelola data Sistem Pedulilindungi sesuai PP PSTE, PM Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, serta Pepres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Sebelumnya, di media sosial Twitter dihebohkan dengan bocornya data vaksinasi mantan Wali Kota Solo ini. Dalam unggahan itu disertai data NIK Presiden Jokowi maupun barcode. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengingatkan, NIK adalah data privasi seseorang.
Jadi, membocorkan data pribadi siapapun, termasuk presiden dilarang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Itu inklusif secara UU ITE tidak boleh. Secara hukum, salah." "Secara etis pun tidak baik. Itu kan hak pribadi," ucap Menkes, dikutip dari konferensi pers yang disiarkan YouTube , jumat (3/9/2021).
Ia pun meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan data pribadi milik orang lain sebagai bentuk menghargai privasi seseorang. Apabila masyarakat secara tidak sengaja tahu, diimbau untuk tetap merahasiakannya. "Yuk kita bangun budaya yang lebih sehat, budaya yang lebih benar bahwa masing masing punya hak pribadi."
"Kalau toh kebetulan tahu, karena sifatnya pribadi, secara budaya dan secara hukum kita harus menjaga privasi yang bersangkutan," jelas dia. Soal data pribadi Presiden, Menkes Budi menyebut pihaknya sudah menutup aksesnya. Bukan hanya data presiden yang tersebar, hal itu juga menimpa beberapa pejabat.
"Sekarang sudah dirapikan, sekarang data pejabat sudah ditutup." "Bukan hanya bapak Presiden, tapi banyak pejabat yang NIK nya jadi sudah tersebar informasinya ke luar." "Kita menyadari itu, sekarang kami tutup beberapa pejabat yang sensitif, yang memang beberapa data pribadinya sudah terbuka akan kami tutup," kata Budi.
Sebelumnya, pemakaian NIK Jokowi untuk membocorkan sertifikat vaksin ini disayangkan oleh pihak istana. Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyayangkan beredarnya sertifikat vaksin serta data pribadi milik Presiden di dunia maya. "Menyayangkan kejadian beredarnya data pribadi tersebut," kata Fadjroel kepada , Jumat (3/9/2021).
Fadjroel meminta pihak terkait untuk segera menindaklanjuti kebocoran data milik orang nomor satu di Indonesia tersebut. "Agar kejadian serupa tidak terulang," katanya. Menurut Fadjroel keamanan data Pribadi harus menjadi perhatian serius, bukan hanya milik Presiden juga milik masyarakat luas.
"Berharap pihak terkait segera melakukan langkah khusus untuk mencegah kejadian serupa termasuk melindungi data milik masyarakat," pungkasnya.